Translate

Rabu, 24 Februari 2016

APAKAH REGRUPING SEKOLAH AKAN MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN_pasrujambe.com

Perkembangan bidang pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah sejak 1975 melalui proyek Inpres dalam menunjukkan hasil luar biasa. Tingkat partisipasi pendidikan dasar yang semula di bawah 50% telah mencapai hampir 100%. Mereka yang belum memperoleh layanan pendidikan dasar sebagian besar terdiri dari individu yang memang memerlukan layanan khusus, seperti anak berkebutuhan khusus, anak-anak yang tinggal di daerah terpencil.
Penurunan pertumbuhan penduduk dan semakin banyaknya lembaga pendidikan swasta khususnya dibawah naungan departemen agama pada dekade terakhir ternyata juga berpengaruh terhadap peta persekolahan negeri di Indonesia. Sehingga banyak sekolah sekolah negeri yang mengalami penurunan jumlah peserta didik sehingga tidak sesuai lagi dengan tingkat efisiensi target keseimbangan antara guru dan jumlah peserta didiknya. Dengan adanya hal tersebut, maka pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan berupa regruping pada tingkat sekokah dasar.
Regrouping adalah penggabungan beberapa sekolah menjadi satu dalam rangka efisiensi anggaran pendidikan dan efektifitas peningkatan mutu pendidikan atau penyatuan dua unit sekolah menjadi satu lembaga dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan. Regruping / penggabungan beberapa sekolah pada tingkat sekolah dasar dilakukan karena adanya himbauan pemerintah melalui Mendagri  yang telah mengeluarkan surat Nomor: 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar, yang mana tujuan penggabungan tersebut adalah untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah.Selain itu Regrouping dilakukan sebagai Implementasi Kepmendiknas Nomor 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah, dalam ayat 1 pasal 23 dinyatakan bahwa pengintegrasian sekolah merupakan peleburan atau penggabungan dua atau lebih sekolah sejenis menjadi satu sekolah.

Pada dasarnya, setiap hal yang dilakukan pastilah akan mempunyai dampak nyata baik positif maupun negatif. Berikut beberapa dampak yang akan timbulkan diantaranya:


1. Dampak positif.

Dampak positif adanya regruping sekolah diantaranya:
a. Pengeluaran anggaran biaya dari pemerintah lebih ekonomis.
b. Jumlah murid lebih merata, sehingga kesibukan guru sesuai
    dengan gaji yang didapat.
c. Dapat mengatasi kekurangan guru, sehingga pemerintah
    tidak perlu mengangkat guru baru sehingga APBN tidak
    terlalu boros.
d. Pemerintah tidak perlu membangun sarana untuk keperluan 
    pemerintah yang lain, karena bisa memanfaatkan bekas 
    sekolah yang telah diregruping.

2. Dampak negatif.

Dampak negatif yang dimungkinkan muncul dengan adanya regrouping dapat menimbulkan masalah baik faktor psikologis siswa yang secara tiba-tiba merasa ditinggalkan oleh guru yang setiap hari bersama mereka, orang tua murid ataupun hubungan sekolah dengan masyarakat.
Sedangkan pada sekolah yang berada pada daerah yang tingkat kepadatan penduduknya sedikit dan jarak antar sekolah yang akan digabungkan mencapai jarak 3 km, maka tidaklah mungkin akan menimbulkan permasalah transportasi bagi siswa yang harus pindah sekolah.
Salah satu pemecahan masalah tersebut ialah dengan menggunakan pembelajara kelas rangkap. Yaitu siswa disekolah yang sudah diregruping tersebut tetap masuk sekolah di sekolah asalnya. Namun, hal tersebut juga akan menimbulkan permasalahan baru karena penanganan pembelajaran kelas rangkap / kelas jauh tersebut tidaklah akan memaksimalkan jalannya pembelajaran karena tidaklah mungkin dinas pendidikan akan menambah guru di sekolah induknya.
Salah satu contoh, SDN Pasrujambe 07 yang berlokasi di Dusun Ngampo Desa Pasrujambe digabungkan dengan SDN Pasrujambe 01 yang berlokasi di Dusun Krajan I Desa Pasrujambe dengan jarak antar sekolah tersebut mencapai 3 Km. Maka penanganan ataupun pengawasan jalannya pendidikan oleh kepala sekolah tentulah tidak semaksimal seperti dalam satu halaman.

Dikutip dari eJurnal UNJ, Spektrum analisis kebijakan pendidikan Vol II, No 3 (2013) Penulis 1 : AGIL KUKUH BRAMANTYO.

Hasil  penelitian  mengungkap  bahwa  kebijakan Regrouping menimbulkan  pro  dan  kontra.  Pro  dan  kontra  tersebut menyebabkan timbulnya  dinamika  sosial  sehingga  menghasilkan  perubahan  pada  pelaksanaan Regrouping  dan  keluarnya  kebijakan  baru.  Perubahan  tersebut  berupa    Regrouping formalitas,  yaitu  Regrouping  sebatas  ganti  nama  lembaga  saja  tetapi  gedung  sekolah tetap  terpisah,  sedangkan  urusan  administratif  dan  manajerial  terpusat  di  salah  satu sekolah.  Regrouping  formalitas  menyebabkan  situasi  sosial  selama  tahun  2006  sampai dengan  2010  kurang  menguntungkan.  Terdapat  kendala  dalam  pengelolaan  sekolah sehingga  prinsip  efektivitas  dan  efisiensi  penyelenggaraan  pendidikan  tidak  terlaksana. Selain itu terdapat kendala yang berupa dampak  psikologis bagi siswa karena tidak ada rasa  persaudaraan  dan  rasa  kekeluargaan.  Setelah  empat  tahun,  SD  2  Petir  diungroup melalui  kebijakan  Pemekaran  Sekolah  Dasar.  Pemekaran  Sekolah  Dasar  merupakan kebijakan yang berkesinambungan dengan  Regrouping. Kemunculan  kebijakan tersebut dipicu oleh kegagalan Regrouping  dan  menjadi solusi  alternatif bagi warga sekolah dan masyarakat  yang  menghendaki  perubahan.  Hasil  penelitian  juga  menunjukkan  bahwa dinamika  sosial  menghasilkan  bentuk  perubahan  yang  dikehendaki,  terencana  dan terjadi dalam waktu yang cepat dari kekuatan sosial masyarakat. 

Itulah beberapa  kemungkinan dampak positif maupun negatif adanya regruping sekolah yang saat ini sedang gencar-gencarnya dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengefisienkan anggaran pendidikan dan dan efektifitas peningkatan mutu pendidikan agar lebih maju.

        Terkait regrouping tersebut, bagaimanapun yang mengalami secara langsung dampak positif atau negatifnya ialah peserta didik yang bersangkutan dan wali murid. Tentunya, pendekatan yang tepat akan memberikan pemahaman kepada mereka terkait manfaat dan tujuan kebijakan pemerintah tersebut. Perbedaan pendapat dan bahkan munculnya persoalan baru dalam dunia pendidikan adalah tanggung jawab masyarakat sendiri. Pembuat kebijakan hanyalah beberapa tahun saja dapat bertanggung jawab, yaitu sebatas selama menjabat sebagai pengendali/pengeluar kebijakan.

(Yaitu dari pemilu sampai pemilu, paling lama ya dua periode kalaupun masih dipercaya.......☺☺☺☺😉)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar